Selasa, 23 November 2010

makanan khas jepang

Selera ternyata tidak mengenal bangsa. Ini terbukti dengan semakin menjamurnya berbagai jenis restoran asing di Indonesia. Mulai dari masakan Barat, India, Korea, Jepang, Thailand, hingga masakan Timur Tengah. Ketidakharmonisan hubungan antar negara tidak pernah menjadi penghalang bertemunya rasa di lidah. Salah restoran yang sangat popular saat ini adalah restoran masakan Jepang. Rupanya rasa makanan Jepang cukup mudah diterima oleh lidah Indonesia.
Cara pengolahan masakan itu bervariasi, dengan cara goreng, rebus, kukus, bakar atau panggang, bahkan disajikan mentah, tergantung jenis masakannya. Bahan-bahannya bisa terdiri dari segala jenis bahan baku seperti berbagai jenis daging, ikan, tofu, sayur-sayuran, dan bumbu-bumbu. Di negeri asalnya, penggunaan daging dan lemak babi cukup luas baik sebagai bahan utama maupun sebagai bahan tambahan. Tonkatsu dan tonjiru merupakan contoh jenis masakan berbahan utama babi, sedangkan jenis mi ramen hampir dapat dipastikan mengandung kaldu yang berasal dari tulang babi.
Bagaimana dengan restoran Jepang di Indonesia? Pada umumnya restoran Jepang di Indonesia menyesuaikan dengan konsumen mayoritas yang beragama Islam, sehingga tidak menghidangkan menu babi. Apakah dengan demikian masakan Jepang menjadi pasti halal untuk dikonsumsi? Tentunya tidak semudah itu. Masih banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk memilih masakan Jepang.
Kehalalan daging yang digunakan tentu menjadi perhatian penting. Apakah ayam dan daging sapi yang digunakan memang berasal dari supplier yang jelas kehalalannya?
Bagimana dengan menu ikan dan sayuran? Memang segala jenis ikan dan sayur-sayuran halal. Tapi kita sering lupa dengan bumbu-bumbu yang digunakannya. Ada dua jenis bahan tidak halal yang sangat umum digunakan dalam masakan Jepang, baik sebagai bumbu dalam campuran masakan atau sebagai campuran saus, yaitu sake dan mirin. Sebagai contoh, mirin digunakan sebagai bumbu dalam masakan mie Udon dan Rame, masakan daging sapi dan kentang Nikujaga, serta masakan ayam dan telur Oyako Donburi.
Sake digunakan dalam masakan bayam dan pasta wijen, masakan daging Sukiyaki serta maskan nasi Sushi Meshi. Sake dan mirin juga digunakan sebagai campuran saus marinasi ayam untuk masakan Yakitori dan campuran saus Teriyaki atau saus Tempura.
Sake, beras difermentasi
Sake adalah istilah umum untuk minuman beralkohol khas Jepang. Sake merupakan minuman hasil fermentasi yang diproduksi dari beras yang sudah disosoh (polished rice), dicuci, direndam air, dikukus, dan didinginkan dengan kandungan alkohol produk akhir sekitar 15 – 16 persen. Aromanya khas, rasanya sedikit asam dan manis. Dikenal sebagai rice wine dan sangat mirip dengan Chinese rice wine yang bernama shaosing chu.
Secara sederhana prosesnya adalah: beras yang sudah dikukus dicampur dengan koji, moto, dan air kemudian difermentasi selama sekitar 3 minggu. Produk akhir proses ini berupa sake dengan kandungan alkohol maksimum mencapai 20 persen. Satu ton beras sosoh dapat menghasilkan sekitar 3000 liter sake.
Koji adalah konsentrat enzim yang diperoleh dari pengembangbiakan jenis kapang Aspergillus oryzae pada beras kukus, sedangkan moto adalah yeast starter.
Sake merupakan minuman pergaulan di Jepang dan juga sering digunakan dalam ritual keagamaan Shinto. Jenis-jenis sake dapat dibedakan berdasarkan bahan baku beras yang digunakan dan ada tidaknya penambahan alkohol dari luar. Junmai-shu yang berarti pure rice wine adalah nama jenis sake yang dibuat dari beras yang minimum disosoh sebanyak 30 persen dan tanpa penambahan alkohol.
Mirin, lebih legit
Mirin adalah sejenis rice wine yang mirip dengan sake. Rasanya lebih manis dengan kandungan alkohol lebih rendah. Ada dua jenis mirin, yaitu hon dan shin mirin.
Mirin umum digunakan sebagai bumbu masak, dimana rasa manis merupakan rasa yang penting dalam masakan Jepang. Selain itu penggunaan mirin menambah cerah penampakan ikan panggang dan menghilangkan bau amis ikan.
Mirin juga digunakan sebagai teman menyantap sushi. Pada pembuatan saus Teriyaki dan saus Tempura, mirin dapat diganti dengan campuran sake dan gula dengan perbandingan 3:1.
Pada gaya masak Kansai, mirin digunakan setelah dipanaskan sebentar untuk menguapkan alkoholnya. Sedangkan pada gaya masak Kanto, mirin digunakan langsung tanpa perlakuan apapun sebelumnya. Pada perayaan tahun baru (O-shogatsu), mirin digunakan sebagai minuman seremonial (otoso).

Akashiyaki (明石焼き?) adalah nama penganan asal kota Akashi di Prefektur Hyogo, Jepang dari adonan telur, tepung terigu, dashi dan berisi potongan gurita yang dicelup ke dalam kuah dashi sebelum dimakan.
Akashiyaki sepintas lalu terlihat mirip takoyaki, berbentuk bola-bola lunak dengan diameter sekitar 3-5 cmzaman Edo menyebutnya sebagai Tamagoyaki dan konon merupakan cikal bakal takoyaki. yang sering tidak benar-benar bulat karena bagian bawah terdesak ke dalam akibat berat yang dimilikinya. Di kota Akashi, penduduk setempat yang sudah mengenal penganan ini sejak
Akashiyaki dianggap sebagai penganan unik khas kota Akashi. Makan akashiyaki (yang dijual dengan nama tamagoyaki) merupakan salah satu tujuan utama wisatawan yang datang berkunjung ke kota Akashi.

Perbedaan dengan takoyaki

Akashiyaki bertekstur lebih lunak dari takoyaki karena mengandung banyak telur dan digoreng dengan loyang berupa bulatan-bulatan cekung. Adonan juga mengandung bahan rahasia berupa tepung terigu tanpa gluten yang disebut jinko (沈粉?). Sewaktu digoreng, Akashiyaki dibolak-balik agar bulat dengan menggunakan sumpit dapur (saibashi) dan tidak memerlukan alat khusus seperti takotaki. Akashiyaki hanya berisi guritadashi. Tidak seperti takoyaki, akashiyaki tidak diolesi saus dan dimakan setelah dicelup ke dalam kuah. tidak seperti takoyaki di Osaka yang berisi gurita tapi masih ditambah berbagai macam isi. Akashiyaki dihidangkan di sepotong kayu bersama semangkuk kecil kuah

Piring dan loyang akashiyaki

Loyang untuk menggoreng dibuat dari perunggu berbentuk persegi panjang dengan bulatan-bulatan cekung sesuai jumlah akashiyaki yang akan dijual dalam satu set (biasanya 8-10 buah). Piring khusus untuk menghidangkan akashiyaki berupa talenan persegi panjang dari kayu yang sama luasnya dengan permukaan loyang yang dipakai. Piring mempunyai bagian depan yang lebih tinggi dari bagian belakang agar mudah kering setelah dicuci.
Tekstur akashiyaki yang lunak menyebabkan akashiyaki sulit diambil dari loyang (penggorengan) ke atas piring tanpa merusak bentuk. Sebagai pemecahannya, loyang ditutup dengan piring khusus akashiyaki dan dibalik sehingga berjajar dengan rapi di atas piring. Cara mengeluarkan akashiyaki dari loyang merupakan salah satu atraksi tersendiri.

Anpan (あんパン atau 餡パン?) adalah roti manis dengan isi selai kacang merah.
Roti bukanlah makanan yang biasa dimakan oleh orang Jepang sebelumnya, namun kini banyak jenis roti yang merupakan makanan khas Jepang, seperti : meron-pan, kurimu-pan, jamu-pan, koshian-pan, ogura an-pan, sakura an-pan, korone, dan lain-lain. Hal ini bisa jadi karena orang Jepang pandai dalam memperkenalkan tradisi makanan dari negara-negara lain dan mengadaptasinya agar sesuai dengan selera orang Jepang.
An-pan tercipta pada tahun 1874, oleh pemilik roti kimuraya di distrik Ginza Tokyo. awalnya Kimura Yasube'e, nama pemilik toko tersebut mencoba untuk membuat roti yang sesuai dengan selera orang Jepang. Kemudian dengan mengambil ide dari manju kukus yang merupakan makanan khas Jepang, didapatlah roti yang lembut, manis, mudah dimakan dan cocok pula dengan selera orang Jepang.

Bentō (弁当 atau べんとう?) atau o-bentō adalah istilah bahasa Jepang untuk makanan bekal berupa nasi berikut lauk-pauk dalam kemasan praktis yang bisa dibawa-bawa dan dimakan di tempat lain. Seperti halnya nasi bungkus, bentō bisa dimakan sebagai makan siang, makan malam, atau bekal piknik.
Bentō biasanya dikemas untuk porsi satu orang, walaupun dalam arti luas bisa berarti makanan bekal untuk kelompok atau keluarga. Bento dibeli atau disiapkan sendiri di rumah. Ketika dibeli, bentō sudah dilengkapi dengan sumpit sekali pakai, berikut penyedap rasa yang disesuaikan dengan lauk, seperti kecap asin atau saus uster dalam kemasan mini.
Ciri khas bentō adalah pengaturan jenis lauk dan warna agar sedap dipandang serta mengundang selera. Kemasan bento selalu memiliki tutup, dan wadah bentō bisa berupa kotak atau nampan segi empat dari plastik, kotak roti, atau kotak kayu kerajinan tangan yang dipernis. Ibu rumah tangga di Jepang dianggap perlu terampil menyiapkan bentō, walaupun bentō bisa dibeli di mana-mana. Di Indonesia, hidangan ala bento mulai dipopulerkan jaringan restoran siap saji Hoka-Hoka Bento sejak tahun 1985.
Bentō dengan lauk ikan salem
Chawanmushi (茶碗蒸し kukus mangkuk?) adalah makanan Jepangtelur ayam dan dashi yang dikukus di dalam mangkuk. Makanan ini dihidangkan bersama mangkuknya dan dimakan sebagai makanan pembuka. yang dibuat dari campuran
Di dasar mangkuk diletakkan penyedap rasa seperti daun mitsuba, jamur shiitake, biji ginkgo bilobakamaboko, udang, atau daging ayam. Campuran telur dan dashi dituangkan secara perlahan-lahan ke dalam mangkuk agar tidak terbentuk buih atau busa. yang sudah dikupas,
Cara membuat dan cara mengukus memerlukan perhatian khusus agar di dalam Chawanmushi yang sudah matang tidak ditemukan buih. Telur dicampur dengan dashi dengan cara dikacau dan tidak dikocok secara berlebihan. Tutup kukusan dialasi dengan kain dan harus direnggangkan sedikit sewaktu mengukus agar telur tidak menjadi terlalu keras.
Chawanmushi sudah dikenal di Jepang sejak zaman kuno. Makanan ini merupakan hidangan segala musim, disajikan dingin di musim panas atau sewaktu masih hangat di musim dingin. Tesktur Chawanmushi yang lembut seperti puding custard disenangi anak-anak dan orang tua.
Chawanmushi yang di dalamnya dicampur udon disebut Odamaki mushi (Odamaki udon).
Chawanmushi
Chanpurū (チャンプルー?) adalah masakan khas Okinawa berupa tumissayur-sayuran dengan telur ayam, tahu, atau sering ditambah daging babi kaleng (spam). Bumbu berupa garam dapur, kecap asin, dan sedikit merica. Salah satu jenis masakan chanpurū yang paling dikenal adalah Gōyā Chanpurū (orak-arik peria). Dalam bahasa Ryukyu, "chanpuru" berarti "campur aduk".
Di antara sayuran yang bisa dimasak sebagai chanpurū adalah peria, kol, bawang bombay, wortel, shiitake, tauge, dan kucai. Selain telur ayam, chanpurū sering memakai daging babispam) dan ikan tuna dalam kaleng. Selain itu somen dan tahu sering menjadi bahan utama chanpurū. Garam dan kecap asin tidak lagi ditambahkan bila memasak chanpurū ditambah daging babi kaleng yang rasanya sudah asin. (daging babi kaleng atau
Ada berbagai penjelasan tentang asal-usul nama masakan ini. Penjelasan yang sering dikutip mengatakan kata "chanpurū" berasal dari kata "campur" dalam bahasa Indonesia.[1] Walaupun demikian, perbendaharaan kata bahasa Jepang mengenal istilah "champon" yang berarti "mencampur" atau "masakan campur aduk".[2] Dalam bahasa Mandarin, "chān" () juga berarti "mencampur".
Orang Okinawa sangat bangga dengan budaya Ryukyu yang campur-aduk dengan kebudayaan asing dari Asia Tenggara, Cina, dan Amerika. Budaya Okinawa disebut orang Okinawa sebagai budaya chanpurū (chanpurū bunka).

Variasi

Dari nama bahan utama tercipta berbagai jenis masakan champurū.
  • Gōyā chanpurū (orak-arik peria)
Bahan utama adalah peria dengan tambahan tahu, daging babi kaleng (spam) atau ikan tuna dalam kaleng untuk mengatasi rasa pahit peria. Tahu yang digunakan adalah tahu Okinawa yang keras dan tidak mudah hancur.
  • Tamanā chanpurū (orak-arik kol dan bawang bombay)
Bahan utama adalah bawang bombay dan kol, dan biasanya tidak memakai tahu atau daging babi.
  • Māminā chanpurū (orak-arik tauge)
Bahan utama adalah tauge, dan biasanya tidak memakai tahu atau daging babi.
  • Papayā chanpurū (orak-arik pepaya)
Bahan utama adalah pepaya muda yang diiris seukuran batang korek api.
  • Nābērā chanpurū (orak-arik belustru)
Bahan utama adalah belustru muda yang ditumis dengan tahu dan daging babi.
  • Yasai chanpurū (orak-arik sayuran)
Aneka ragam sayuran seperti tauge, wortel, shiitake ditumis dengan tahu dan daging babi.
  • Tōfu chanpurū (orak-arik tahu)
Bahan utama adalah tahu dengan sedikit sayuran, dan biasanya tidak memakai daging babi.
Fū chanpurū
Bahan utama adalah fū (makanan kering dari gluten) yang ditumis dengan sayuran setelah dilunakkan dengan air atau kocokan telur ayam.
  • Sōmin chanpurū (orak-arik somen)
Setelah direbus setengah matang, somen ditumis dengan kucai, daun bawang. Masakan jenis ini sering juga ditambahkan daging babi atau ikan tuna dalam kaleng.
  • Irichi
Irichi adalah masakan serupa chanpurū. Bila menggunakan kombu maka disebut Kūbu Irichi.
Gōyā Chanpurū
Champon (ちゃんぽん?) (chanpon) atau Nagasaki champon adalah miNagasaki. Champon merupakan perkembangan dari mi rebus ala Tionghoa. Bahan berupa daging babi, makanan laut yang sedang musim, kamaboko, dan sayur-sayuran (kubis, tauge) ditumis dengan lemak babi. Air kaldu dari campuran tulang babi atau tulang ayam ditambahkan untuk merebus mi hingga empuk. Di Korea masakan serupa champon disebut Jjamppong (짬뽕), dan dimasak dengan tambahan cabai. Di Okinawa, champon berarti sepiring nasi dengan lauk-pauk di atasnya. rebus khas kota
Nagasaki champon
Dalam bahasa Jepang, kata "champon" berarti memasak campuran berbagai bahan makanan, atau mencampur dua jenis bahan atau hal yang berbeda. Kata ini berasal dari bahasa Tionghoa: 攙烹chānpēng).[1] Selain itu, orang juga dikatakan berbahasa champon bila berbicara dalam bahasa Jepang dicampur bahasa asing. Bagi orang Kyushu, istilah "champon" berarti campuran berbagai jenis minuman keras, atau mencampur berbagai macam lauk menjadi satu.[2] Selain itu, kata "champon" kemungkinan berasal dari dialek Fujian, "shapon" yang berarti makan.[3] (

[sunting] Asal-usul

Pada tahun 1892, juru masak Chen Pingshun yang waktu itu berusia 19 tahun meninggalkan kampung halaman di Provinsi Fujian untuk mencari uang di Nagasaki. Setelah tinggal di Nagasaki selama dua tahun pecah Perang Sino-Jepang Pertama. Setelah bekerja keras dan menjalani kehidupan yang sulit, uang hasil menabung selama 7 tahun dipakainya sebagai modal membuka rumah makan bernama Shikairou.[4]
Minatnya membantu orang yang sedang kesulitan membuat Chen bersedia mengurusi mahasiswa dari Dinasti Qing yang sedang belajar di Nagasaki. Untuk mereka, Chen menciptakan masakan baru yang bergizi dan murah. Idenya diambil dari masakan mi kuah daging (湯肉絲麺) asal tempat kelahirannya di Fujian. Mi dimasak di atas wajan berisi kaldu encer daging babi dicampur sayuran berupa shiitake, rebung, dan daun bawang. Chen mengubah resep tersebut dengan memakai kuah kaldu yang lebih kental, daging dan sayuran yang banyak, dan mi ala Jepang yang lebih kenyal.[4] Bahan yang digunakannya adalah hasil laut yang sedang musim dari perairan sekitar Nagasaki seperti udang kecil dan tiram. Masakan mi ciptaannya disebut Shinaudon (udon Cina), dan nantinya menjadi cikal bakal champon.

1 komentar:

  1. Membuka Makanan Jepang sekarang bisa membuat omset jutaan loh silahkan klik Dorayaki Doraemon Bisa Membuat Usaha Sukses Salam Sukses. :)

    BalasHapus